Cute Strawberry

Selasa, 23 Juni 2015

TITRASI ASAM BASA

MAKALAH TITRASI ASAM BASA
DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK





BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut reaksi penetralan, maka tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi asam-basa atau reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa.Adapun titrasi asam-basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah.Titrasi asam-basa ini ditentukan oleh titik ekuivalen (equivalent point) dengan menggunakan indikator asam-basa.

Setelah mengetahui hal tersebut, perlu juga kita ketahui bahwa titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada makalah ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.
1.2  Tujuan Makalah
Adapun tujuannya adalah untuk memahami dan mengetahui konsep titrasi asam basa













BAB 11
PEMBAHASAN

2.1  Titrasi Asam-Basa
Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau larutan basa. Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang telah diketahui konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang belum diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan basa tepat habis bereaksi.Waktu penambahan hingga asam dan basa tepat habis disebut titik ekuivalen.Dengan demikian, konsentrasi asam atau basa dapat ditentukan jika salah satunya sudah diketahui. Proses penetapan konsentrasi tersebut disebut titrasi asam-basa.

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.


2.2  Prinsip Titrasi Asam-Basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.

Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa
H3O+ + OH  2 H2O
Dalam titrasi ini berlaku hubungan :
jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan jumlah ekivalen basa (OH). Larutan baku yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa kuat, karena zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan jika dipakai asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat dari HCl, H2SO4 atau HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau KOH. Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan perhitungan langsung dari berat zat yang mempunyai kemurnian tinggi, stabil dan bobot ekivalen tinggi kemudian dilarutkan sampai volume tertentu. Sedangkan larutan baku sekunder, konsentrasinya harus ditentukan terlebih dahulu dengan pembakuan/standarisasi terhadap baku primer. Contoh:
Baku primer                : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen Ptalat (KHP),
  H2C2O4
Baku sekunder                        : HCl, H2SO4, NaOH, KOH
Titrasi netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat ; asam/basa lemah dengan basa/asam kuat seperti:
NH4OH + H3O+  NH4+ + 2H2O                (basa lemah dengan asam kuat)
CH3COOH + OH  CH3COO + H2O      (asam lemah dengan basa kuat)
CH3COO + H3O+  CH3COOH + H2O     (garam dengan asam kuat)
NH4+ + OH  NH3 + H2O                         (garam dengan asam kuat)

Kedua contoh terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional. Garam-garam tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang bersifat asam atau basa. Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa bergantung pada nilai Ka dan Kb. Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka garam tersebut dapat dititrasi dengan basa, bila sebaliknya (Ka<Kb), garam tersebut dapat dititrasi dengan asam. Titik ekivalen dicapai pada pH larutan CH3COOH atau NH4OH.

Asam-asam poliprotik/polifungsional (H3PO4, H3AsO4) bila dititrasi dengan basa kuat dapat mempunyai titik ekivalen lebih dari satu.

H3PO4 + NaOH –> NaH2PO4 + H2O                      (Titik Ekivalen  I)
NaH2PO4 + NaOH –> Na2HPO4 + H2O                 (Titik Ekivalen II)

Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaH2PO4/NaH2AsO4 dan titik ekivalen kedua oleh pH larutan Na2HPO4/Na2HAsO4. Garam-garam tersebut karena dapat terhidrolisis menjadi asam dan basa maka untuk:
Titik Ekivalen  pertama        : [H3O+] = √K1K2
Titik Ekivalen  kedua           : [H3O+] = √K2K3

Untuk garam-garam amfoter seperti NaHCO3, NaH2PO4, Na2HPO4 sifat larutannya ditentukan oleh nilai Ka dan Kb. Besarnya nilai Ka dan Kb menentukan apakah garam-garam tersebut sebaiknya dititrasi dengan asam atau basa. Bila nilai Ka>Kb maka sebaiknya garam tersebut dititrasi dengan basa kuat atau sebaliknya dengan asam kuat.

Seperti halnya asam-asam polifungsional, titrasi garam-garam seperti Na2CO3 dan Na3PO4 mempunyai titik ekivalen lebih dari satu. Garam tersebut dalam larutan bersifat basa sehingga dapat dititrasi dengan asam. Contoh :
CO32– + H3O+  HCO3 + H2O
HCO3 + H3O+  H2CO3 + H2O
Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaHCO3 dan titik  kedua oleh pH larutan H2CO3.

2.3  Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
·         Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
·          Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.

2.4  Titik Akhir Titrasi
Titik akhir titrasi ditentukan dengan memilih indikator yang warnanya berubah sekitar titik ekivalen. Misalnya pada titrasi larutan garam Na2CO3 dengan larutan HCl, titik ekivalen pertama terjadi pada [H3O+] = √K1K2 nilai pH sekitar 8,35. Jadi indikator yang dapat digunakan adalah fenolftalein (8,1 – 10) yang berubah dari merah menjadi tidak berwarna. Pada titik ekivalen kedua, [H3O+] = √Ka1nilai pH = 3,17; dan indikator yang sesuai adalah jingga metil. Dengan indikator ini perubahan warna yang diamati kurang tajam. Untuk memperbaiki pengamatan pada titik ekivalen ini, larutan dapat dididihkan terlebih dahulu, sehingga gas CO2 keluar dan sifat larutan ditentukan oleh garam NaCl yang tertinggal. Kelebihan asam dititrasi dengan larutan baku basa, dengan demikian dapat digunakan indikator metil jingga.

2.5  Pemilihan Indikator
Pada pemilihan indikator harus diperhitungkan pula zat apa yang digunakan sebagai titran (yang diisikan dalam buret). Misalnya pada titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH. Jika larutan HCl dipakai sebagai titran, larutan analit bersifat basa, maka indikator fenolftalein yang ditambahkan pada analit berwarna merah. Hilangnya warna merah indikator terjadi pada pH 8,1; sedangkan titik ekivalen titrasi terdapat pada pH 7,0. Jadi hilangnya warna merah terjadi sebelum titik ekivalen tercapai. Karena itu sebaiknya dipakai indikator dengan trayek perubahan warna pada sebelum atau sekitar pH 7,0.

2.6  Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut :

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai :

N x V asam = N x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi :

N x M xV asam = N x V x M basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)










BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kadar atau konsentrasi asam dapat ditentukan melalui proses titrasi, yaitu dengan mereaksikan asam (titrat) yang ditambahkan 2 tetes indicator PP dengan basa (titran). Titrasi harus dihentikan bila larutan asam yang dicampurkan dengan 2 tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume basa yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari asam tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati dalam melakukan titrasi. Setelah volume basa diketahui, barulah Konsentrasi asam bisa dihitung.










DAFRTAR PUSTAKA

Brady, J.E & Humiston, G.E. 1780. Gemeral Chemistry 2 Ed. New York : Jhon
Wiley & Sons Inc.
Harry Firman.1990. Kimia Dasar II. Bandung : IKIP Bandung
Keenam, et al.1984. Kimia Untuk Universitas 1. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga
Susilowati, Endang. Theory and Application of Chemistry. Jakarta : Bilingual

Tidak ada komentar:

Posting Komentar